Permohonan Kubu 01 dari Diskualifikasi, Nepotisme, Cawe-Cawe, Sirekap dan Bansos di Tolak Ketua MK

Permohonan Kubu 01 dari Diskualifikasi, Nepotisme, Cawe-Cawe, Sirekap dan Bansos di Tolak Ketua MK
Sengketa Pilpres 2024 diselenggarakn di Mahkamah Konsitusi (MK) jalan Merdeka Barat No.6, Gambir, Jakarta Pusat
Permohonan Kubu 01 dari Diskualifikasi, Nepotisme, Cawe-Cawe, Sirekap dan Bansos di Tolak Ketua MK
Permohonan Kubu 01 dari Diskualifikasi, Nepotisme, Cawe-Cawe, Sirekap dan Bansos di Tolak Ketua MK
Permohonan Kubu 01 dari Diskualifikasi, Nepotisme, Cawe-Cawe, Sirekap dan Bansos di Tolak Ketua MK
Permohonan Kubu 01 dari Diskualifikasi, Nepotisme, Cawe-Cawe, Sirekap dan Bansos di Tolak Ketua MK

Jakarta, HarianBerita.ID – Bergulirnya gugatan sengketa Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024, di Mahkamah Konsitusi (MK), jalan Merdeka Barat No.6, Gambir, Jakarta Pusat. Pemohon Anies Baswedan- Muhaimin Iskandar (Cak Imin) terhadap pasangan Prabwo Subianto- Gibran Rakabumng Raka di tolak MK, Senin (22/4/2024).

Ada beberapa katagori dalil permohonan pemohon Anies-Cak Imin di tolak oleh Ketua MK Suhartoyo diantaranya, pertama mengenai permintaan diskualifikasi Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Wacapres) terhadap nomor urut 02, serta dalil permohonan pemohon mengenai adanya nepotisme dan cawe- cawe dilakukan Presiden Jokowi.

Kemudian ada juga mengenai dalil kecurangan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik atau Sirekap yang di gulirkan KPU dan selanjutnya mengenai pembagian Bansos menaikan elektabilitas terpilihnya pasangan.

“Dengan ini Mahkamah Konsitusitusi memutuskan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya, permohonan pemohon tidak beralasan hukum,” ucap Ketua MK Suhartoyo dalam persidangan MK sengketa Pilpres 2024.

Hasil permohonan yang diajukan pasangan Presiden dan Wakil Presiden 2024, Anis dan Cak Imin terhadap nomor urut dua, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Sebelumnya, MK awalnya menyatakan punya kewenangan mengadili pemohonan Anies-Cak Imin, namun kenyataannya MK melalui pertimbangan selanjutnya mengacu berbagai dalil membacakan keputusan.

Menurut Suhartoyo, dalil permohonan yang dimohonkan pemohon Anis-Cak Imin tidak beralasan menurut hukum. Pasalnya, KPU selaku termohon sudah melakukan langkah sesuai aturan yang ditetapkan atas putusan MK yang telah mengubah syarat pendaftaran Capres dan Wacapres.

Adanya perihal Nepotisme dan cawe-cawe, Suhartoyo menjelaskan dalam persidangan dalil pemohon mengenai munculnya terkait putusan MK, mengenai perubahan syarat usia Capres dan Wacapres tidak beralasan hukum, karena tidak ada pihak yang menyatakan keberatan, ketika ke dua pasangan ini telah ditetapkan menjadi pasangan Capres dan Wacapres.

Kemudian Ketua MK juga menandaskan mengenai tidak ada buktinya cawe cawe dilakukan Jokowi yang di utarakan Anies- Cak Imin dalam permohonan sebagai pemohon adanya raihan (perolehan) suara untuk Prabowo dan Gibran, sehingga permohonan pemohon tidak beralasan hukum, katanya.

Dalam penolakan persidangan mengenai nepotisme Hakim MK Daniel Yusmic P Foekh juga membacakan bagian pertimbangan putusan terhadap gugatan yang dilayangkan pemohon Anies-Cak Imin perihal tudingan nepotisme dilakukan Presiden Jokowi terhadap anaknya Gibran Rakabuming Raka tidak terbukti.

Menurut Daniel, pemohon (Anies-Cak Imin) melayangkan gugatan terhadap tergugat (Termohon) Wacapres 02 dan dinyatakan permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum. Sebab, permohonan pemohon menuding tindakan Jokowi telah menyetujui dan mendukung Gibran selaku anaknya mencalonkan diri menjadi Wakil Presiden adalah suatu pelanggaran.

Permohonan pemohon 01, dipakai mengacu kepada Ketatapan MPR No XI/MPR/1998 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, serta Undang Undang Nomor 28 Tahun 1999, tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (UU 28/1999) dan Pasal 282 mengenai UU Pemilu.  

Untuk pembuktian mematahkan tudingan Anies- Cak Imin. Menurut Daniel, pihak terkait kubu 02 mengajukan alat bukti saksi keterangan ahli Edwar Omar Sharief Hiariej sebagai saksi ahli dalam persidangan, sehingga kubu 01 tidak dapat membuktikan secara keseluruhan pembuktian lanjut dan permasalahan wakil presiden dipilih bukan ditunjuk, melainkan dipilih masyarakat.

“Jabatan wakil presiden dipersoalkan pemohon merupakan a quo, yaitu jabatan pengisiannya melalui pemilihan atau eleted position dan bukan jabatan yang ditunjuk atau diangkat langsung atau directly appointed position,” kata Daniel dalam persidangan putusan sengketa Pilpres 2024.

Selanjutnya, Daniel pun dalam pembacaan putusan terkait larangan nepotisme digadangkan kubu 01, dalam permohonannya juga tidak terbukti. Pasalnya, larangan nepotisme adalah jabatan pengisiannya dilakukan dengan cara penunjukan atau diangkat secara langsung.

Namun, untuk jabatan yang dilaksanakan pemilihan secara langsung dan tidak dapat di katagorikan atau dikualifikasikan sebagai bentuk nepotisme, untuk dalil yang dilayangkan kubu 01 mengenai nepotisme tidak beralasan hukum, sehingga dalil yang dikukuhkan pihak 01 tidak terbukti gugatanya demi alasan hukum.

“Untuk itu Mahkamah berpendapat dalil permohonan pemohon mengenai pelanggaran atas Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998, UU 28/1999 dan Pasal 282 UU Pemilu tidak beralasan menurut hukum,” jelasnya.  

Untuk selanjutnya, dalil pemohon pasangan Anies Baswedan dan Muhammad Iskandar (Cak Imin ) juga dipatahkan Hakim MK M Guntur Hamzah, mengenai tudingan adanya kecurangan dalam Sirekap dan dinyatakan Guntur Hamzah hal itu tidak terbukti dan menilai permohonan 01 tidak beralasan menurut hukum.

Pasalnya, menurut Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan putusan dalam sidang. MK tidak pertimbangkan saksi 01 dalam persidangan, bahwa saksi tidak ingin menyebutkan nama seseorang, disaat saksi menerima intimidasi dari orang lain.

Pada permohonannya tim 01 mendalilkan untuk KPU telah melakukan kecurangan melaui sistem perangkat IT dengan menggunakan Sirekap, sehingga perolehan suara dapat diubah dan dihilangkan metadata untuk formulir C.hasil.Tim 01, dengan menyerahkan bukti terkait yang ada.

Didalam persidangan, Hakim MK menolak permohonan pemohon 01. Namun Hakim MK juga meminta KPU untuk membenahi sistem Sirekap, karena perbedaan data yang dimohonkan oleh tim 01 menjadi pemicu kegaduhan bagi masyarakat.

Sehingga KPU selaku penyelenggara juga harus dapat mempriotaskan sistem IT sebagai alat bantu yang sudah diatur dalam peraturan dan putusan bagi KPU dan dalam persoalan ini justru KPU tidak memberikan kepastian quad non (sesuatu yang tidak benar).

Lalu adanya fluktasi (perubahan) data akibat adanya pembetulan dan pemutahiran di tingkat KPPS dan sejatinya KPU sempat menghentikan sementara Sirekap akan menjadi pemicu di masyarakat dapat berpikiran negatif, mengenai perolehan suara pemilu.

“Adanya keputusan KPU menghentikan sementara sirekap web, sehingga masyarakat tidak dapat mengakses akan dapat menimbulkan kesan asumsi liar dan negatif di masyarakat,” kata Guntur Hamzah dalam sidang pembacaan putusan Hakim MK.

Lebih lanjut, Mahkamah juga meminta kepada KPU unuk memperbaiki Sirekap dalam mengawal suara pemilu untuk suara pemilih dalam rangka perbaikan kedepan, karena sebagai alat bantu untuk kepentingan transpransi lebih awal untuk mengawal suara pemilih,” jelasnya.

Ditambahkanya, untuk KPU di pinta Mahkamah untuk perangkat teknologi terus dapat dikembangkan supaya tidak ada keraguan data yang akan ditampilkan Sirekap bagi masyarakat dan diusulkan MK untuk sistem Sirekap sebelum digunakan perlu dilakukan audit dari lembaga sebagai pihak ketiga dan Sirekap tidak dipegang KPU.

“Menurut Mahkamah pengolahan sirekap perlu dibuka dari lembaga bukan penyelenggara pemilu, karena untuk menjaga objektifitas dan yaliditas data suara yang akan diunggah lebih valid untuk masyarakat,” imbuh Hakim MK Guntur Hamzah.

Lagi-lagi Hakim Mahkamah Kontitusi (MK) Arsul Sani, melakukan penolakan atas gugatan dalil pemohon Anies – Cak Imin mengenai bansos juga tidak beralasan hukum, karena anggaran yang ditetapkan telah dirancang dengan matang oleh pemerintah.

Pasangan Anies –Cak Imin selaku pemohon dalam gugatan ke MK menilai, ada penggunaan bansos yang dilakukan pemerintah dinyatakannya sangat janggal. Namun MK mengklaim, pembagian bansos ke beberapa daerah di Indonesia tidak ada sangkut pautnya dengan kenaikan suara salah satu paslon.

“Bansos telah diatur oleh pemerintah sesuai perancanaan, penganggaran serta pelaksanaan merupakan pertanggungjawaban, sehingga bansos yang dibagikan dapat langsung oleh Presiden dan para Menteri dan itu sebagai hal yang wajar dan lumrah,” tutur Hakim MK, Asrul Sani.

Penggunaan bansos yang di tuding kubu Anies-Cak Imin sebagai alat bantu memuluskan perolehan suara paslon kubu 02.

Menurut Asrul Sani, pelakasanaan anggaran bansos dapat dilakukan atau disalurkan secara rapel (sekaligus) dan Presiden serta Menteri dapat menyalurkan adalah bagian yang telah diatur secara siklus penggunaannya maupun pelaksanaannya.

Untuk tufoksi MK dalam instrument hukum di MK, khusus untuk ranah Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau PHPU, wewenang MK tidak punya kapasitas ruang tempat untuk menyelidiki intensi kebijakan publik.

Sehingga MK merujuk pada penggunaan peraturan kebijakan perundang undangan dalam menyoroti penggunaan anggaran bansos dan penting bagi Mahkamah untuk menegaskan APBN ditetapkan dalam undang undang setiap tahun anggaran, yaitu in casu APBN 2024, yang telah ditetapkan dalam UU 19/2023, tentang APBN Tahun Anggaran 2024.

Alat bukti mengenai pengaruh bansos adalah hasil survey dari kubu Anies-Cak Imin selaku pemohon tidak dipaparkan secara mendetail, serta keterangan ahli untuk bukti itu pun tidak mampu menunjukkan adanya pengaruh bansos untuk mengarahkan secara paksa bagi pemilih di pilpres.

Sehingga pihak MK tidak menemukan adanya hubungan penyaluran bansos dengan peningkatan perolehan suara salah satu paslon, seperti yang didalilkan oleh kubu Anies-Cak Imin dalam pembuktian dalil pemohon tidak mempunyai dasar beralasan hukum.

“Ðalil pemohon mengaitkan bansos dengan pilihan pemilih, sehingga Mahkamah tidak menyakini adanya hubungan antara kausalitas atau relevansi untuk penyaluran bansos dengan peningkatan perolehan suara paslon,” tutup Asrul Sani Hakim MK sidang Pilpres 2024. ( Djamal Efendi )